Hai
cerita lama?
Bagaimana
kabarmu? Kuharap kau baik-baik saja.
Bagaimana
keadaan harimu?
Ah
tentu saja bahagia dan sempurna seperti biasa. Berbeda jauh denganku.
Hmph,
tak apa aku hanya ingin menyampaikan sesuatu hari ini karena mumpung hari ini
aku mengingatnya, lagi. Mungkin sesuatu
ini tak ingin kau ketahui namun asli ini adalah keinginanku yang tulus.
Aku
sudah lelah berlari. Bukan hanya pada satu arah, namun ke berbagai arah yang
pasti bukan menuju arahmu. Tapi semua hasilnya sama saja. Aku masih saja tak
mampu mencapai arah-arah itu. Arahku masih saja tertuju padamu. Sejauh apapun
aku berlari, sekeras apapun aku mencoba, tetap saja kamu adalah arahku yang tak
pernah mampu kutuju.
Tulisan
ini bukan tentang aku yang ingin menggapai arahmu dengan tujuanku. Bukan. Justru
aku hanya sekedar ingin memberitahumu betapa bodohnya diriku dengan sikap keras
kepalaku yang masih saja angkuh dan menutup mata pada hal lain selainmu.
Sungguh aku tak mengharapkan hal lain padamu kecuali dapat menjadi tempatmu mencurahkan
segala keluh kesahmu, eperti dulu. Aku juga tak ingin kamu dan aku menjadi ‘kita’.
Cukup hanya dengan saling bertegur sapa dan menjadi biasa itu sudah lebih dari
cukup.
Aku
hanya ingin selalu mengawasi kebahagiaanmu agar kamu selalu bahagia. Aku pun tak
ingin mengganggu kebahagiaanmu bersama gadismu. Melihatmu bahagia dan
menceritakannya padaku itu sangat sangat sangat membantuku menjalani hariku. Kamu
pasti bertanya-tanya apa maksudku? Maksudku ya hanya satu, aku rindu tawamu,
candamu, senyummu, sifat diammu, caramu bercerita, caramu menatapku.
Ah
ya aku pernah mengatakannya bukan? Bahwa senyum dan tawamu adalah kata lain
dari sebuah rasa sayang. Maaf aku masih saja merindukan senyum dan tawamu. Entah
mengapa dari sekian banyak hal yang kita lalui senyum dan tawamulah hal yang
paling aku rindukan. Namun jangan khawatir, aku tak ada niat sedikitpun menantimu
kembali atau berharap kau menoleh ke arahku. Aku hanya sedang membuka catatan
lama yang usang dan penuh debu. Karena dengan begitu mungkin semua perasaan ini
akan hilang dengan sendirinya.
Kau
cukup tenang dan kembalilah seperti dulu, tetap menyapaku, bercerita padaku
tentang harimu, anggap semua tak ada yang berubah. Aku pun begitu. Dan ingat,
aku tak pernah sedikitpun mengahrapkan kata ‘kita’ dari aku dan kamu. Sungguhh…
aku benar-benar tulus ingin menjadi temanmu.
Soal hati dan perasaan ini biarlah takdir yang membimbingnya menjadi biasa dan baik-baik saja.
Soal hati dan perasaan ini biarlah takdir yang membimbingnya menjadi biasa dan baik-baik saja.
Cie...��
ReplyDeleteXixixi...��
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTrmksh sudah di'cie' :)
ReplyDeleteMelu gawe blog ah... :v
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWkwkwk melu2 mbayar :v
ReplyDelete