Sunday, March 16, 2014

Makalah teori Behavioral


MAKALAH TEORI KONSELING
Teori Behavioral
Diajukan untuk Memenuhi Tugas, Mata Kuliah Teori Konseling, Semester III, Tahun Akademik 2013/2014, Dosen Pembimbing : Dra. Wahyu Murti Utami, M.Pd
Disusun oleh : Setyo Wiyono (12012062)
Siti Rubiyatun (12012063)
Sri Supriyatmi (12012064)
Sumaryani (12012065)
PPB/R2
IKIP PGRI WATES KULON PROGO


 Jln.. KRT. Kertodiningrat, No. 5 Margosari, Pengasih, Kulon ProgoD. I. Yogyakarta Telp. 77328 Wates



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pendidikan yang berkualitas bukan hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, Yusuf&Juntika (2005:5) memaparkan ada tiga bidang pendidikan yang harus menjadi perhatian, diantaranya :
1.    Bidang administrative dan kepemimpinan,
2.    Bidang Intruksional dan kurikuler,
3.    Bidang pembinaan siswa (Bimbingan dan Konseling).
Terkait dengan masalah bimbingan dan konseling, terdapat banyak ragam teori dan pendekatan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, salah satunya adalah teori konseling Behavioral, yang akan coba kami kupas satu persatu sehingga akan tampak sedikit kejelasan, dengan harapan kupasan materi yang kami sajikan bermanfaat bagi kita semua yang bergerak dalam dunia pendidikan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Teori Behavioral?
2.      Bagaimana proses konseling Behavioral?
3.      Apakah tujuan konseling Behavioral?
4.      Bagaimana proses atau tahap dari bimbingan konseling menggunakan teori behavioral?
C.     Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari dosen, juga memiliki tujuan sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pengertian teori konseling Behavioral.
2.      Untuk mengetahui proses konselig Behavioral.
3.      Untuk mengetahui tujuan konseling Behavioral.
4.      Untuk mengetahui proses atau tahap dari bimbingan konseling menggunakan teori behavioral.


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian
Teori konseling Behavioral adalah bentuk adaptasi dari aliran psikologi Behavioralistik.
Menurut Krumboltz& Thoresen (Surya, 1988:187) konseling Behavioralal adalah suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu.
Muhamad Surya (1988:186) memaparkan bahwa dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Hal mendasar dalam konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep behaviorisme pada pelaksanaan konseling.
B.     Hakikat Manusia pada Konseling Behavioral
Menurut teori ini, manusia memiliki potensi segala jenis perilaku, mampu mengkonsepsi dan mengendalikan perilakunya, mampu memperoleh perilaku baru, dan dapat mempengaruhi dan / atau dipengaruhi oleh perilaku orang lain. Kepribadian manusia sesungguhnya merupakan pengalaman seseorang sebagai akibat dari proses belajar dari lingkungannya. Manusia memulai kehidupannya dengan bereaksi terhadap lingkungan, berinteraksi dengan lingkungan. Dari pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan inilah akan menghasilkan pola-pola perilaku, yang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Pola-pola perilaku ini kemudian akan membentuk kepribadian manusia. Pengaruh yang paling kuat, maka itulah yang akan membentuk pribadi individu.

C.     Proses dan Tujuan Konseling Behavioral
1.      Proses Konseling Behavioral
Proses konseling behavioral dibangun berdasarkan empat pilar, yaitu sebagi berikut.
a.       Proses terapi diarahkan pada memformulasikan tujuan secara spesifik, jelas, konkrit, dimengerti, dan dapat diterima konseli maupun konselor.
b.      Peran dan fungsi konselor mengembangkan keterampilan menyimpulkan, merefleksi, mengklarifikasi, membuka dan menutup pertanyaan.
c.       Kesadaran konseli dan partisipasi konselor ketika proses terapi berlangsung akan memberikan pengalaman positif pada konseli
d.      Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada konseli, karena kerja sama antara konselor dengan konseli, dan harapan positif dari konseli akan membuat hubungan terapi menjadi lebih efektif. 
Dalam proses konseling behavioral, konseli diberikan peluang seluas-luasnya, terlibat dan berperan secara aktif dalam menentukan tindakan-tindakan yang akan dilakukannya secara spesifik, penekanannya pada upaya membimbing konseli untuk terampil memanajemen diri. Target perubahan terletak pada perilaku nyata konseli (over behavior) dan perilaku terselubung (covert behavior), identifikasi masalah, dan perubahan yang terjadi.
Proses konseling diawali dengan mengembangkan kehangatan, empati, dan hubungan suportif antara koselor dengan konseli. Proses konseling membatasi perilaku sebagai interaksi antara faktor bawaan dengan lingkungan. Perilaku bermasalah merupakan hasil dari proses belajar individu terhadap lingkungannya, sehingga konseling behavioral merupakan suatu proses atau pengalaman belajar untuk mengubah perilaku konseli dengan cara memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Kriteria keberhasilan konseling diukur dari perubahan perilaku konseli, sehingga perhatian konselor adalah pada perilaku yang tampak, yang dapat diamati.
2.      Tujuan Konseli Behavioral
Tujuan konseling dengan pendekatan behavioral adalah membantu konseli membuat pilihan dan situasi baru untuk proses belajar.
Konseli dengan dibantu konselor menetapkan tujuannya sendiri secara spesifik. Konselor berperan menjadi guru, pengarah, dan konsultan ahli yang membantu konseli mendiagnosis dan melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku dan membantu konseli fokus pada tujuan yang telah ditetapkan, yang bermuara pada perubahan tingkah laku yang baru dan adjustif. Konselor harus dapat menjadi model bagi konseli, karena salah satu hal mendasar dalam pendekatan konseling behavioral ini adalah bagaimana konseli belajar perilaku baru dengan imitasi.
D.     Tahap-tahap konseling Behavioral
Konseling behavioral dilakukan dengan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang dilakukan secara sengaja dan khusus untuk merubah perilaku sesuai dengan tujuan yang disepakati bersama antara konseli dengan konselor. Terdapat empat kategori prosedur belajar dalam konseling behavioral, yaitu:
1.      Operant Learning
Teori ini memfokuskan pada adanya penguatan terhadap diri konseli. Konselor diharapkan dapat memanfaatkan situasi diluar konseli untuk memperkuat perilaku konseli yang dikehendaki, sehingga dapat menentukan saat yang tepat untuk memberikan penguatan pada konseli. Dalam menerapkan penguatan ini ada empat hal yang harus diperhatikan yaitu:
a.       penguatan yang di terapkan hendaknya memiliki cukup kemungkinan untuk mendorong konseli.
b.       penguatan hendaknya dilaksanakan secara sistematis.
c.        konselor harus mengetahui kapan dan bagaimana memberikan penguatan.
d.       konselor harus dapat merancang perilaku yang memerlukan penguatan.
2.      Imitative Learning atau Social Learning
Prosedur Imitative Learning atau Social Learning merupakan prosedur belajar dengan contoh model. Prosedur ini dilakukan dengan cara memberikan respon baru melalui model–model perilaku yang diinginkan sehingga dapat dilakukan oleh konseli. Prosedur belajar ini bertolak dari pendapat Bandura tentang tiga sistem terpisah namun merupakan sistem pengatur yang saling berkaitan, tiga aspek tersebut adalah:
a.       peristiwa stimulus eksternal.
b.      penguat eksternal
c.       proses perantara kognitif. Dalam pelaksanaan prosedur ini konselor merancang suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh konseli, sehingga konseli mendapatkan perilaku-perilaku yang baru.
3.      Cognitive Learning
Prosedur Cognitive Learning ini merupakan metode pengajaran secara verbal, kontak antara konselor dengan klien, dan bermain peran. Prosedur ini terdiri atas persuasi dan argumentasi yang diarahkan kepada perubahan-perubahan ide yang tidak rasional. Konseling kognitif khususnya diarahkan untuk memunculkan kesalahan-kesalahan atau kesesatan-kesesatan di dalam berpikir. Tujuan utama prosedur belajar ini adalah:
a.       membangkitkan pikiran-pikiran konseli, dialog internal atau bicara diri (self talk), dan interpretasi terhadap kehadian-kejadian yang dialami
b.      konselor bersama konseli mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah interpretasi-interpretasi yang telah diambil
c.       menyusun dengan eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi didalam proses perlakuan konseling.
4.      Emotional Learning
Prosedur Emotional Learning ini dipergunakan untuk mengganti respon–respon emosional konseli yang tidak dapat diterima menjadi respon emosional yang dapat diterima sesuai dengan konteks classical conditioning. Teori behavioral berasumsi bahwa perilaku konseli adalah hasil pengkondisian yang dilakukan konselor. Oleh karena itu, konselor dalam proses konseling harus beranggapan bahwa setiap reaksi konseli adalah akibat dari situasi (stimulus) yang diberikannya. Prosedur belajar ini dapat diterapkan pada konseli yang mengalami kecemasan. Pelaksanaannya dilakukan dalam situasi rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama suatu rangsangan yang menyenangkan.
E.      Tehnik-tehnik Konseling Behavioral
1.      Disensitisasi Sistematis
Teknik ini didasarkan pada prisnsip classical conditioning. Teknik desensitiasi sistematis digunakan untuk menurunkan kecemasan dengan cara menggantikan kecemasan tersebut melalui respon alternatif yang berlawanan dengan teknik relaksasi yang berdasarkan pada imagery atau Imagery Based Techniques. Teknik desensitisasi sangat tepat digunakan pada reaksi cemas yang tidak realistis. 
2.      Latihan Asertif
Latihan asertif merupakan teknik teknik konseling behavioral dengan menggunakan model-model pola tingkah laku. Teknik ini bertujuan untuk melatih konseli yang tidak mampu mengekspresikan kemarahan, perasaan tersinggung, kesulitan untuk menyatakan “tidak”, kesulitan mengekspresikan perasaan dan respon positif, dan konseli yang memiliki phobia sosial. Cara yang digunakan adalah bermain peran dengan bimbingan konselor dan diskusi kelompok.
3.      Pengkondisian Aversi
Teknik ini dipergunakan untuk menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan secara bersamaan, sehingga perilaku yang tidak diinginkan tidak akan muncul. Stimulus yang tidak menyenangkan dapat berupa hukuman atau sesuatu yang membuat konseli tidak nyaman atau menolak. Modifikasi perilaku ini dapat dilakukan pada perilaku maladaptif, seperti merokok, penggunaan narkoba, penyimpangan seksual, atau obsesi kompulsif lainnya.
4.      Pembentukan Perilaku Model
Pembentukan perilaku model juga berarti belajar dengan mengamati menirukan, dan belajar sosialisasi. Modeling digunakan untuk pembentukan perilaku baru, mempertahankan perilaku yang ada, atau untuk memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Konselor berfungsi sebagai penunjuk perilaku model yang harus ditiru. Perilaku model ini dapat mempergunakan audio-visual, model hidup, atau model-model lain yang perilakunya dapat dicontoh. Konseli diberikan reinforcement jika dapat meniru perilaku model tersebut.
5.      Manajemen diri
Dalam pendekatan behavioral, konseli memiliki peran langsung dalam treatment. Konseli memiliki keputusan secara spesifik atas perilaku yang ingin dikontrol atau diubah. Tahap-tahap menajemen diri terdiri dari
a.       penyaringan sasaran
b.      menerjemahkan sasaran menjadi perilaku yang diinginkan
c.       memantau perkembangan diri sendiri
d.      menyelesaikan rencana perubahan. Plus metode penguatan diri sendiri dan motivasi secara pribadi yang sangat mendukung keberhasilan proses konseling.


BAB III
PENUTUP/KESIMPULAN

Hal yang menjadi fokus perhatian utama aliran behavioristik atau behavioral adalah perilaku / aktivitas yang nampak dari seorang individu. Aliran behavioristik muncul menjadi gagasan baru sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap aliran psikoanalisis. 
Hakikat manusia memiliki potensi segala jenis perilaku, mampu mengkonsepsi dan mengendalikan perilakunya, mampu memperoleh perilaku baru, dan dapat mempengaruhi dan / atau dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
Proses konseling diawali dengan mengembangkan kehangatan, empati, dan hubungan suportif antara koselor dengan konseli.
Tujuan konseling dengan pendekatan behavioral adalah membantu konseli membuat pilihan dan situasi baru untuk proses belajar.






DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Post a Comment