Monday, November 16, 2015

Hai Cerita Lamaku :)




Hai cerita lama?

Bagaimana kabarmu? Kuharap kau baik-baik saja.
Bagaimana keadaan harimu?
Ah tentu saja bahagia dan sempurna seperti biasa. Berbeda jauh denganku.
Hmph, tak apa aku hanya ingin menyampaikan sesuatu hari ini karena mumpung hari ini aku mengingatnya, lagi.  Mungkin sesuatu ini tak ingin kau ketahui namun asli ini adalah keinginanku yang tulus.
Aku sudah lelah berlari. Bukan hanya pada satu arah, namun ke berbagai arah yang pasti bukan menuju arahmu. Tapi semua hasilnya sama saja. Aku masih saja tak mampu mencapai arah-arah itu. Arahku masih saja tertuju padamu. Sejauh apapun aku berlari, sekeras apapun aku mencoba, tetap saja kamu adalah arahku yang tak pernah mampu kutuju.
Tulisan ini bukan tentang aku yang ingin menggapai arahmu dengan tujuanku. Bukan. Justru aku hanya sekedar ingin memberitahumu betapa bodohnya diriku dengan sikap keras kepalaku yang masih saja angkuh dan menutup mata pada hal lain selainmu.
Sungguh aku tak mengharapkan hal lain padamu kecuali dapat menjadi tempatmu mencurahkan segala keluh kesahmu, eperti dulu. Aku juga tak ingin kamu dan aku menjadi ‘kita’. Cukup hanya dengan saling bertegur sapa dan menjadi biasa itu sudah lebih dari cukup.
Aku hanya ingin selalu mengawasi kebahagiaanmu agar kamu selalu bahagia. Aku pun tak ingin mengganggu kebahagiaanmu bersama gadismu. Melihatmu bahagia dan menceritakannya padaku itu sangat sangat sangat membantuku menjalani hariku. Kamu pasti bertanya-tanya apa maksudku? Maksudku ya hanya satu, aku rindu tawamu, candamu, senyummu, sifat diammu, caramu bercerita, caramu menatapku.
Ah ya aku pernah mengatakannya bukan? Bahwa senyum dan tawamu adalah kata lain dari sebuah rasa sayang. Maaf aku masih saja merindukan senyum dan tawamu. Entah mengapa dari sekian banyak hal yang kita lalui senyum dan tawamulah hal yang paling aku rindukan. Namun jangan khawatir, aku tak ada niat sedikitpun menantimu kembali atau berharap kau menoleh ke arahku. Aku hanya sedang membuka catatan lama yang usang dan penuh debu. Karena dengan begitu mungkin semua perasaan ini akan hilang dengan sendirinya.
Kau cukup tenang dan kembalilah seperti dulu, tetap menyapaku, bercerita padaku tentang harimu, anggap semua tak ada yang berubah. Aku pun begitu. Dan ingat, aku tak pernah sedikitpun mengahrapkan kata ‘kita’ dari aku dan kamu. Sungguhh… aku benar-benar tulus ingin menjadi temanmu.
Soal hati dan perasaan ini biarlah takdir yang membimbingnya menjadi biasa dan baik-baik saja.

6 comments: